Review Film Susah Sinyal

poster-susah-sinyal.jpg

Sulit untuk tidak berharap lebih saat menonton film Susah Sinyal. Terkesan egois, tapi film Cek Toko Sebelah (2016), dengan segala drama dan komedinya berhasil membius saya. Setelah keluar dari gedung bioskop di penghujung Desember tahun lalu, saya berjanji ke diri sendiri untuk menonton karya-karya yang dibuat oleh Ernest Prakasa.

Walau Susah Sinyal jauh dari ekspektasi, tidak lantas saya kecewa. Film berdurasi 110 menit ini masih dapat saya nikmati. Meskipun tidak membuat saya terpingkal-pingkal maupun berderai air mata.

Mungkin karena saya cowok. Secara kebetulan tidak pernah bermasalah sama mama. Saya dan mama masih tinggal di atap yang sama. Komunikasi di antara kami pun terjalin baik. Saking baiknya, mama bisa lho menelepon saya setiap tiga jam sekali.

“Abang sudah sampai?,” tanya mama setelah satu jam saya pamit ke kantor. “Abang sudah salat?,” pesan pengingat dari mama, kira-kira satu atau dua jam setelah adzan berkumandang. “Bang, pulang jangan tengah malam, kemarin ada babi ngepet di sini,” pesan ini terakhir saya terima tiga tahun lalu.

Kala itu tetangga depan rumah kehilangan emas dan sejumlah uang. Selang beberapa hari kemudian, satpam komplek perumahan depan kayak melihat seekor babi keluar dari salah satu gang. Sejak malam itu, isu babi ngepet makin santer saja.

Sedangkan film Susah Sinyal, menggambarkan ketidakharmonisan antara Ellen Tirtoatmodjo (Adinia Wirasti), ibu tunggal  yang sibuk banget sama kariernya sebagai pengacara, dengan Kiara (Aurora Ribero), anak perempuannya yang membutuhkan perhatian lebih dari sang mama di masa-masa dia tumbuh menjadi gadis remaja.

Ellen nyaris tidak punya waktu untuk Kiara. Sekadar menyiapkan sarapan untuk Kiara saja tidak  bisa. Kiara mau pergi ke sekolah, Ellen belum bangun. Ellen pulang kerja, gantian Kiaranya yang sudah molor.

Beruntung, Kiara masih memiliki Agatha (Niniek L Karim), seorang nenek, ibu dari Ellen, yang sayang dan tahu apa maunya sang cucu. Agatha sayang banget sama Kiara, pun sebaliknya. Agatha bahkan rela menonton film favorit Kiara, Moana, berulang-ulang agar Kiara punya teman berkhayal. Sementara Ellen, membedakan Moana dan Lilo and Stitch saja tidak bisa.

Maklum, hari-hari Ellen diisi dengan mengatur strategi demi memenangkan kasus para kliennya. Kesibukan Ellen semakin bertambah, saat dia bersama sang sahabat, Iwan (Ernest Prakasa), mendapatkan klien baru setelah membuka firma pribadi sendiri.

Susah Sinyal, Judul Baru Dengan Formula Yang Masih Sama

Film Susah Sinyal ini semacam pembuktian dari seorang Ernest Prakasa. Di film ketiga yang digarap (masih) bersama rumah produksi Starvision, Ernest tidak sedang mengangkat isu mengenai label dan stereotrip etnisnya ke dalam inti cerita. Kendati demikian, Ernest masih mempertahankan formula yang sama, yaitu drama keluarga berbalut komedi dengan nama judul yang unik.

Sebagai ‘pemain baru’ yang berani keluar dari zona nyaman, padahal baru menghasilkan dua karya, Ngenest (2015) dan Cek Toko Sebelah (2016), kita patut mengapresiasinya.

Ernest memang lihai menentukan konten menarik di setiap karyanya. Di Susah Sinyal ini, contohnya. Sutradara, penulis skenario, yang juga pemain film ini membalut sebuah konflik ibu super sibuk dan anak remaja pemberontak, dengan fakta yang terjadi saat ini, rasanyatidak bisa hidup kalau tidak ada sinyal. Sudah paling benar memilih Sumba sebagai lokasi syuting.

Meskipun Susah Sinyal bukan menceritakan keresahannya, tapi Ernest tetap bisa memasukkan ke-Cina-annya dia ke dalam film tanpa mengganggu maupun merusak keseluruhan alur cerita. Saya jadi kesal sendiri, sewaktu Ernest menerima telepon dari mamanya, yang tengah mempersiapkan resepsi pernikahannya. Mamanya sibuk mengurus ini itu, si Ernest malah menjawab sekenanya. Ditanya mau pakai daun apa saat prosesi Tea Pai, Ernest jawabnya “Ya, daun tehlah, Ma, masa daun ganja?”.

Saking kesalnya, saya sampai bergumam “Yaelah, Nest, kagak usah jadi Cina kalau enggak mau repot”

Pemain Susah Sinyal

Dari departemen akting, film Susah Sinyal memang diisi wajah lama, tapi dengan kualitas akting yang semakin baik. Sebut saja Adinia Wirasti. Dia berhasil mengeksekusi peran Ellen yang diberikan Meira Anastasia, penulis skenario Susah Sinyal, dengan amat baik.

Setelah nyaris gila karena kehilangan bayi di dalam janin di film Critical Eleven, 2016, di film Susah Sinyal justru lebih kompleks lagi masalah yang Asti hadapi. Dia harus bisa membawa diri sebagai ibu, sebagai pengacara dari klien seorang artis (Gisella Anastasia) yang ingin segera bercerai dari suaminya (Gading Marten), juga sebagai perempuan yang sebenarnya butuh seorang pendamping baru. Dan menurut saya, Adinia Wirasti memainkan peran tersebut penuh totalitas.

Lihat saja bagaimana kecanggungan antara Ellen dan Kiara yang tampak sangat alami. Saya curiga, Ernest sengaja memisahkan keduanya saat proses reading berlangsung. Gap antara ibu dan anak ini benar-benar terasa. Saya dan sejumlah penonton di kursi sebelah kanan dan belakang, ikut gregetan saat Ellen ingin mengajak Kiara liburan, setelah anaknya berbuat ulah, ribut dengan gurunya di sekolah.

Tidak berlebihan jika kemudian ada yang menilai, Dian Sastrowardoyo harus hati-hati sama Adinia Wirasti, yang semakin ‘laku’ setelah film Ada Apa dengan Cinta 2 meledak di pasaran. Disadari atau tidak, persaingan di antara kedua mahluk Tuhan dengan segala kelebihannya ini, terlihat di sejumlah ajang perfilman. Nama kedunya sama-sama bersaing untuk memperebutkan gelar Aktris Pemeran Utama Terbaik.

Begitu juga dengan Aurora Ribero. Kualitas aktingnya memang tidak sepenuhnya baik, tapi sebagai anak bawang, Aurora tidak bisa dipandang sebelah mata. Ernest telah menemukan pendatang baru yang siap membawa angin segar di industri perfilman di tahun mendatang. Aurora siap bersaing dengan pemain lama seusianya. Dipoles sedikit lagi saja, tidak menutup kemungkinan Aurora Ribero bisa seperti Tatjana Saphira.

Kemudian ada Aci dan Dodit. Hai, jangan main-main sama dua nama Komika ini. Aci yang selalu kebagian peran jadi pembantu, di film Susah Sinyal ini mendapat porsi yang membuat dia bisa mengembangkan bakat aktingnya. Walaupun di sini masih sebagai pembantu, tapi tidak sekadar numpang lewat, mengantar minuman maupun membawa koper sang majikan. Pun dengan Dodit. Manusia super menyebalkan ini lucunya minta ampun.

Susah Sinyal Susah Juga Memilih Abe Atau Aji

Nasib dari menonton sendirian yang harus saya terima adalah, tidak bisa memilih orang yang duduk di samping saya. Kampret! Sepanjang film Susah Sinyal diputar, sepasang ibu dan anak di samping saya asyik mengomentari setiap adegan yang mereka tonton.

Kemunculan Darius Sinathrya sebagai Aji, pengacara perceraian mantan firma Ellen yang berhadapan dalam kasusnya sementara diam-diam menyukai Ellen, membuat emak dan anak ini histeris menjadi-jadi. “Pengacaranya ganteng amat?” kata si emak. “Kalau dia ada di dunia nyata, pasti banyak yang mau jadi simpanannya,” jawab si anak. “Elo pikir dia SK, yang berani ciuman sama kliennya dari balik jeruji besi,” kata saya berusaha untuk nimbrung tapi saya urungkan. Jadi, kalimat itu terucap di dalam hati saja.

Setiap Aji dan Ellen saling bertatapan di ruang sidang, emak dan enak ini mendadak “Cie… Cie… Cie… Lagian sudah tahu suka, pakai ditahan segala.”. “Udah dong, Ma, jangan berisik. Ganggu, tahu”, kata anaknya yang baru menyadari kalau percakapan di antara mereka sangat mengganggu.

“Semoga, Ellen enggak cinlok sama Iwan yang mau nikah,” kata anaknya. Kali ini suaranya lebih pelan, tapi tetap terdengar di telinga saya. “Mbaknya tahu banget, kalau godaan orang mau menikah seberat itu?,” lagi, ini saya ucapkan di dalam hati saja.

Nah, di film ini, ada sosok bernama Abe yang diperankan Refal Hady. Sama halnya dengan Aji, Abe di mata emak dan anak ini, memiliki paras yang terlampau ganteng untuk seorang pekerja hotel. Si anak bahkan berharap, Abe ini ada di dunia nyata. Dengan logat Sumba yang terdengar alami, dan kulit hitam nan eksotis, Abe mampu menyihir para penonton perempuan, terlebih pula saat Abe pergi berduaan dengan Kaira, penonton baper.

Sumpah. Saya tidak termasuk di dalamnya. Abe bukan tipikal saya. Saya lebih memilih Aji, yang dari segi fisik saja memiliki tinggi yang sama, dan Aji lebih berduit. Hari gini cinta tanpa duit mana sanggup, cyn!

Oke, lupakan soal itu. Omong-omong soal Refal Hady, kemungkinan besar dia akan lebih diingat sebagai Abe ketimbang sebagai Galih di film Galih dan Ratna (2017).

Film Susah Sinyal Layak Tonton

Berdasarkan pengalaman sendiri, ada baiknya menghilangkan dulu semua kesan mendalam selama menonton Cek Toko Sebelah saat akan menyaksikan film Susah Sinyal.

Film yang sudah meraih lebih dari 400.000 penonton dalam kurun waktu empat hari ini, mampu memberikan kita cerita penuh kehangatan. Komedinya memang tidak sereceh CTS yang mampu mengocok perut sepanjang film, tapi porsi lawakannya terasa pas. Ulah Tante Maya (Asri Welas), pemilik hotel di Sumba yang eksentrik dan bisa Capoera, bersama duet maut Abdur Arsyad dan Arie Kriting sebagai pelayan bernama Yos dan Melki, membuat tawa penonton pecah.

Buat saya dramanya memang enggak bikin mewek, cenderung di beberapa bagian ada yang terasa mengganjal, tapi buat penonton perempuan, bahkan yang duduk di sebelah saya, film Susah Sinyal bisa bikin bercucuran air mata, dan berakhir dengan berpelukan bersama sang mama.

Tinggalkan komentar